Sumedang. eltaranews.com – Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) mendorong pemerintah dan PT PLN (Persero) agar tidak hanya berfokus pada pembangunan pembangkit listrik baru di daratan. Sebaliknya, mereka mengusulkan agar seluruh bendungan yang tersebar di Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai lokasi pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terapung (PLTS Terapung).
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi floating solar panel di atas bendungan merupakan langkah inovatif yang dapat memberikan dampak besar terhadap bauran energi nasional, sekaligus memperluas akses listrik yang lebih bersih dan berkelanjutan.
“Setiap bendungan menyimpan potensi besar sebagai sumber energi surya. Teknologi PLTS terapung bisa mendukung transisi energi nasional dan sekaligus menekan beban subsidi listrik yang selama ini menjadi tantangan fiskal,” kata Tohom dalam keterangannya, Rabu (24/9/2025).
Menurutnya, dibandingkan penggunaan lahan darat, pemasangan panel surya di atas permukaan air bendungan lebih efisien dan memiliki manfaat tambahan dalam menjaga ekosistem. Salah satunya adalah mengurangi tingkat penguapan air, yang berarti konservasi air tetap terjaga.
“Kita bicara soal efisiensi ganda. Lingkungan terjaga, potensi energi bersih dimaksimalkan, dan masyarakat memperoleh suplai listrik yang lebih stabil,” tegasnya.
Tohom menilai bahwa Indonesia sebenarnya sudah memiliki “modal awal” yang kuat dengan keberadaan ratusan bendungan. Namun, potensi ini belum dimanfaatkan secara maksimal dalam sektor energi.
“Selama ini bendungan lebih banyak dimanfaatkan untuk pengairan atau pariwisata. Sekarang saatnya difungsikan sebagai pusat energi masa depan. PLN harus lebih agresif dan inovatif dalam mengeksekusi ini,” ujar Tohom, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Government Asset Watch (GOVA) Sumatera Utara.
Ia menambahkan, pendekatan ini sejalan dengan perkembangan global yang menempatkan energi terbarukan sebagai fondasi pembangunan jangka panjang. Ketergantungan pada energi fosil, menurut Tohom, sudah tidak lagi relevan.
“Kalau kita ingin Indonesia mandiri dalam energi, kita harus berani ambil langkah strategis. Jangan tunggu momentum datang, tapi ciptakan momentum itu sekarang,” tandasnya.
Lebih jauh, Tohom menekankan pentingnya penyusunan regulasi yang lebih adaptif agar proses pengembangan PLTS terapung tidak terhambat birokrasi. Ia juga mendorong keterlibatan sektor swasta dan investor asing untuk turut ambil bagian dalam pendanaan proyek ini.
“Pemerintah harus menciptakan iklim investasi yang sehat dan terbuka. Teknologi ini sudah tidak mahal, dan manfaatnya bisa dirasakan dalam jangka panjang. Saya yakin banyak investor yang tertarik jika peluang ini benar-benar dibuka,” ungkapnya.
Senada dengan itu, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebelumnya juga menyoroti pentingnya pengembangan PLTS terapung saat mengunjungi Bendungan Jatigede di Sumedang, Jawa Barat.
Menurut AHY, penggunaan teknologi floating solar panel di bendungan seperti Jatigede dapat meningkatkan pasokan listrik hingga dua kali lipat dari kapasitas saat ini. Selain itu, teknologi ini tetap mendukung fungsi utama bendungan sebagai penyedia air irigasi, ketahanan pangan, serta destinasi wisata.
Dengan sinergi antara pemerintah, BUMN, dan sektor swasta, ALPERKLINAS optimistis bahwa bendungan-bendungan di Indonesia dapat menjadi pilar baru dalam transisi energi bersih yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga menguntungkan bagi konsumen dan keuangan negara.